Pembangunan kawasan Transit Oriented Development (TOD) sangat masif di Jakarta. Hunian-hunian di dalam kawasan tersebut pun sudah mulai dibangun banyak pengembang.
Namun, hunian-hunian yang berada di kawasan TOD ini disebut masih memiliki masalah yang cukup besar. Masalah tersebut adalah mahalnya harga properti hunian dalam kawasan TOD.
Pengamat properti Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda menilai harga properti hunian di kawasan TOD terlalu tinggi. Padahal harusnya, TOD bisa menampung banyak orang dari semua kalangan.
“Ada satu yang saya kritik itu ya, hunian yang ada di kawasan TOD itu kalo dilihat harganya itu sekarang terlalu tinggi, dulu dua tiga tahun lalu masih Rp 300 jutaan, sekarang udah Rp 500 jutaan kan, kaum milenial mana ada yang mau kan, padahal harusnya kan bisa nampung banyak (kalangan) gitu kan,” kata Ali saat dihubungi detikFinance, Minggu (28/4/2019).
Dia menilai harusnya pengembang baik BUMN maupun swasta dalam menetapkan harganya harus bisa melihat pasarnya. Kalau harga dipatok terlalu mahal, menurutnya percuma karena hanya kalangan menengah ke atas saja yang dapat menikmati.
“Harusnya pengembang itu bisa liat market gitu lho, Rp 500jutaan siapa yang mau beli, karyawan gaji cuma Rp 3-4 jutaan mana kuat. Kalau kaya gtu nggak bakal bisa backlog berkurang, nanti yang ada malah investor atau kaum menengah atas yang butuh tempat tinggal aja yang bisa beli,” kata Ali.
Ali menilai, harga yang pantas untuk hunian di kawasan TOD adalah berkisar pada angka Rp 300 jutaan. “Ya 300 jutaan lah itu cukup,” katanya.
Nilai tanah yang harganya terus naik menurut Ali menjadi faktor harga selalu naik, namun menurut Ali apabila pengembang dari kalangan plat merah bisa mencontohkan dengan harga yang murah yang lain pasti mengikuti.
“Kalau liat tanah kan memang terlalu tinggi, makin hari makin mahal harganya. Makanya, mending BUMN (yang patok harga murah), kan agar mereka juga ada misi sosialnya lah jangan cari untung aja,” kata Ali.
Menurut Ali potensi kawasan TOD di Indonesia cukup potensial. Pasalnya menurut dia meskipun terlihat terlambat, namun sudah ada awalan yang baik, dan arah pengembangan kawasan TOD di Indonesia bisa saja menjadi seperti di Jepang.
“Bisa berkembang ya, cuma kan TOD kita memang baru mulai ya, memang butuh waktu lah. Indonesia masih lama ya cuma arahnya kesana (bisa semaju Jepang), arahnya sudah benar, minimal udah dimulai gitu,” kata Ali.
“Masalah kita kan infrastrukturnya ya, kita LRT MRT aja telat kan udah berpuluh puluh tahun baru ada,” kata Ali.
Sumber : detik.com